Tabel Jenis dan Syarat pendirian Bank sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia

Ketentuan Pendirian Bank
Pendirian, pembubaran, dan likuidasi bank terdapat pada UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan dan UU perubahannya, yaitu UU No. 10 tahun 1998. Selain ketentuan perbankan ada beberapa peraturan lain, diantaranya : ketentuan UU PT, UU Perkoperasian, UU Wajib Daftar Perusahaan, dan peraturan pelaksanaanya tetap menjadi acuan secara umum.
Pendirian bank dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum, baik WNA maupun WNI. Yang dimaksud badan hukum, anatara lain, seperti negara, BUMN, BUMD, BUMS, dan koperasi. Sedangkan menyangkut pihak badan umum asing maka ditentukan bahwa sebelumnya harus memperoleh rekomendasi paling tidak badan hukum tersebut mempunyai reputasi yang baik di bidang perbankan dari otoritas moneter negara asal pihak badan hukum asing tersebut.
Berdasarkan ketentuan pasal 16 ayat (2) UU No. 10 tahun 1998, setiap pemohon izin usaha perbankan wajib memenuhi persyaratan yang menyangkut :
a.       Susunan organisasi dan kepengurusan
b.      Permodalan
c.       Kepemilikan
d.      Keahlian di bidang perbankan
e.       Kelayakan rencana kerja.
Pendirian Bank harus memiliki beberapa prosedur, diantara lain :
a.       melampirkan modal ( disebutkan sumber dan kepemilikan modal )
b.      susunan organisasi dan kepengurusan
c.       keahlian di bidang perbankan
d.      kelayakan rencana kerja
e.       kepemilikan
f.       tingkat persaingan yang akan terjadi
g.      tingkat kejenuhan atau tingkat pemenuhan masyarakat.
Beberapa jenis bank dan syarat pendiriannya :
1.      Pendirian Bank Umum Konvensional
Setiap pihak yang mendirikan kegiatan usaha di bidang perbankan wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Pimpinan bank Indonesia. Syarat pendirian bank Umum diatur dalam Peraturan BI No. 11/1/PBI/2009.
Berdasarkan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan peraturan pelaksanaannya, yaitu peraturan Pemerintah No. 70 tahun 1992 tentang Bank Umum, izin usaha bank dikeluarkan oleh menteri keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Bank Indonesia. Ketentuan tersebut diubah menurut ketentuan pasal 16 ayat (1) UU No. 10 tahun 1998 bahwa bank umum dapat didirikan dan dalam menjalankan usahanya wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia.
2.      Pendirian Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah
Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya didasarkan pada prinsip syariah. ketentuan pasal 1 angka 8 UU no. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, bank umum syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1 angka 13 UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan, yang dimaksud prinsip syariah adalah :
“Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).”
Pendirian bank umum berdasarkan prinsip syariah, sebagaimana UU No. 21 tahun 2008 tentang perbakan syariah ditambah beberapa ketentuan khusus, yaitu :
a.       menyangkut penempatan dan tugas-tugas Dewan Pengawas Syariah
b.      surat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional untuk calon anggota Dewan Pengawas Syariah
Syarat pendirian Bank Umum sesuai prinsip Syariah berdasarkan Peraturan BI No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umun Syariah.
3.      Pendirian Unit Usaha Syariah
Peraturan BI No. 7/35/PBI/2005 tentang Perubahan Peraturan BI No. 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Model seperti ini dikenal dengan dual banking system, yaitu terselenggaranya dua sistem prbankan (konvensional dan syariah secara berdampingan). Operasi bank syariah sendiri tidak berdiri sendiri tetapi masih menginduk pada bank konvensional. Dengan demikian operasional perbankan syariah tersebut hanya pengembangan bank umum konvensional, model seperti ini biasanya disebut dengan unit usaha syariah (UUS).
Menurut Peraturan BI No. 11/10/PBI/2009 tantang Unit Usaha Syariah pasal 1 ayat (3) Unit Usaha Syariah adalah unit kerja dari Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah. Syarat pendirian Unit Usaha Syariah diatur dalam Peraturan BI No. 11/10/PBI/2009 tantang Unit Usaha Syariah.
4.      Pendirian Bank Perkreditan Rakyat Konvensional
Syarat pendirian BPR diatur dalam BI No. 8/26/PBI/2006 tentang Bank Perkreditan Rakyat.
5.      Pendirian Bank Pembiayaan Rakyat syariah
Sebagaimana Peraturan BI No. 11/23/PBI/2009 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah pasal 1 ayat (1) bahwasanya bentuk badan hukum BPRS adalah Perseroan Terbatas. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang selanjutnya disebut BPRS adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Tabel kesimpulan syarat-syarat pendirian bank, antara lain :

JENIS BANK
ATURAN
PENDIRIAN
MODAL
Bank Umum
Peraturan Bank Indonesia No. 11/1/PBI/2009
a.       WNI (warga negara Indonesia) dan /atau Badan Hukum Indonesia; atau
b.      WNI (warga negara Indonesia) dan/ atau Badan Hukum Indonesia dengan WNA (warga negara asing) dan/ atau Badan Hukum  Asing secara kemitraan.

Kepemilikan yang berasal dari WNA(warga negara asing) maksimal sebesar 99% dari modal disetor Bank.

sekurang-kurangnya sebesar Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah)
Bank Umum Syariah
Peraturan Bank Indonesia No. 11/3/PBI/2009
a.       WNI(warga negara Indonesia) dan/atau Badan Hukum Indonesia; 
b.      WNI (warga negara Indonesia) dan/atau Badan Hukum Indonesia dengan WNA (warga negara asing) dan/atau Badan Hukum Asing secara Kemitraan; atau
pemerintah daerah.

Kepemilikan yang berasal dari WNA(warga negara asing) maksimal sebesar 99% dari modal disetor Bank.

Modal disetor untuk mendirikan Bank ditetapkan paling kurang sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah).

Unit Usaha Syariah
Peraturan Bank Indonesia No. 11/10/PBI/2009 Tentang Unit Usaha Syariah
Bank Umum Konvensional mendirikan Unit Usaha Syariah guna mengembangkan usahanya dalam bidang syariah
Modal kerja UUS ditetapkan dan dipelihara paling kurang sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah). Harus dipisahkan dari uang kas dan dikelola secara terpisah.

BPR
Peraturan Bank Indonesia No. 8/26/PBI/2006 Tentang Bank Pengkreditan Rakyat
a.       WNI (warga negara Indonesia);
b.      Badan Hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya WNI (warga negara
Indonesia);
c.       Pemerintah Daerah; atau
d.      dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c.

1.      Modal disetor untuk mendirikan BPR ditetapkan paling sedikit sebesar:
a.       Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), bagi BPR yang didirikan di
wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
b.      Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), bagi BPR yang didirikan di ibukota Provinsi di pulau Jawa dan Bali dan di wilayah Kabupaten atau
Kota Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi;
c.       Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), bagi BPR yang didirikan di ibukota Provinsi di luar pulau Jawa dan Bali dan di wilayah pulau Jawa dan Bali di luar wilayah sebagaimana disebut dalam huruf a dan
huruf b; 
d.      Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), bagi BPR yang didirikan di wilayah lain di luar wilayah sebagaimana disebut dalam huruf a, huruf  b dan huruf c.
2.      Modal disetor bagi BPR yang berbentuk hukum Koperasi adalah simpanan pokok, simpanan wajib, dan hibah sebagaimana diatur dalam UndangUndang tentang Perkoperasian.
3.      Paling sedikit 50% (lima puluh perseratus) dari modal disetor BPR wajib digunakan untuk modal kerja.
BPRS















Peraturan BI No. 11/23/PBI/2009 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
a.      WNI (warga negara Indonesia) dan/atau Badan Hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya WNI (warga negara Indonesia);
b.      Pemerintah Daerah; atau
c.      dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b.

Modal disetor BPRS paling kurang sebesar:
a.      Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) untuk BPRS yang didirikan di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya dan Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi;
b.      Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk BPRS yang didirikan di wilayah ibukota propinsi di luar wilayah tersebut pada huruf a di atas;
c.      Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk BPRS yang didirikan di luar wilayah tersebut pada huruf a dan huruf  b di atas.



Referensi:
1.      Muhammad Djumhana. 2012. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung. PT Citra Aditya Bakti.
2.      Peraturan Bank Indonesia No. 11/1/PBI/2009 Tentang Bank Umum
3.      Peraturan Bank Indonesia No. 11/3/PBI/2009 Tentang Bank Umum Syariah
4.      Peraturan Bank Indonesia No. 8/26/PBI/2006 Tentang Bank Pengkreditan Rakyat
5.      Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/23/PBI/2009 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
6.      Peraturan Bank Indonesia No. 11/10/PBI/2009 Tentang Unit Usaha Syariah



Komentar

Postingan populer dari blog ini

KREDIT MACET

HAK MEREK